BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dewasa ini,
kegiatan belajar yang efektif dan efisien sangatlah penting bagi mahasiswa dan
guru karena beberapa faktor-faktor yang mempengaruhinya, karena belajar
merupakan tanggung jawab mahasiswa.
Melihat hal
tersebut maka ini sesuai dengan Teori
Classical Conditioning yaitu dimana belajar adalah suatu proses
perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat atau ‘conditions’
yang kemudian menimbulkan respons. Hal inilah yang menjadi latar belakang
penyusunan makalah yang berjudul “Classical Conditioning (Teori Ivan
Petrovich Pavlov)”. Selain itu, penyusunan makalah ini juga tidak terlepas
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan.
B.
Rumusan
Masalah
Beberapa masalah yang akan
dipaparkan di dalam makalah ini yaitu tentang siapakah ivan Pavlov, lalu apakah
teori classical conditioningnya, eksperimen-eksperimen apasajakah yang telah ia
lakukan dan bagaimana implikasinya dalam proses belajar mengajar.
C.
Tujuan
Penulisan
Peyusunan makalah ini bertujuan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan di mana di dalamnya di
bahas tentang biografi Ivan Pavlov, teori kausal kondisioning, eksperimen yang
telah di lakukan oleh Ivan Pavlov serta penerapannya dalam bidang pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ivan Petrovich
Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov (bahasa rusia: Иван Петрович Павлов)
(14 September 1849 – 27 Februari 1936) adalah seorang fisiolog dan dokter dari Rusia.
Ia dilahirkan di sebuah desa kecil di Rusia tengah. Keluarganya mengharapkannya
menjadi pendeta, sehingga ia bersekolah di Seminari Teologi.
Setelah membaca Charles Darwin, ia menyadari bahwa ia lebih banyak peduli
untuk pencarian ilmiah sehingga ia meninggalkan seminari ke Universitas
St. Petersburg. Di sana ia belajar kimia dan fisiologi, dan
menerima gelar doktor pada 1879. Ia melanjutkan studinya dan
memulai risetnya sendiri dalam topik yang menarik baginya: sistem
pencernaan dan peredaran darah. Karyanya pun terkenal, dan diangkat sebagai profesor fisiologi
di Akademi Kedokteran Kekaisaran Rusia.
Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
adalah seorang behavioristik terkenal dengan teori pengkondisian asosiatif
stimulus-respons dan hal inilah yang dikenang darinya hingga kini. Ivan
Petrovich Pavlov, Sarjana Rusia ini dilahirkan di Rusia pada tanggal 14
September 1849 dan meninggal di Leningrad pada tanggal 27 Februari 1936. Ia
tidak pernah memiliki hambatan serius dalam sepanjang kariernya meskipun
terjadi kekacauan dalam revolusi Rusia. Sebenarnya ia bukan seorang sarjana
psikologi dan ia pun tidak berkeinginan disebut sebagai ahli psikologi, karena
ia adalah seorang sarjana ilmu faal yang fanatik. Cara berpikirnya adalah
sepenuhnya cara berpikir ahli ilmu faal, bahkan ia sangat anti terhadap
psikologi karena dianggapnya kurang ilmiah. Dalam penelitian-penelitiannya ia
selalu berusaha menghindari konsep-konsep maupun istilah-istilah psikologi.
Sekalipun demikian, peranan Pavlov dalam psikologi sangat penting, karena
studinya mengenai refleks-refleks merupakan dasar bagi perkembangan aliran
psikologi behaviorisme.
Pandangannya yang paling penting adalah bahwa aktivitas psikis sebenarnya
tidak lain daripada rangkaian-rangkaian refleks belaka. Karena itu, untuk
mempelajari aktivitas psikis (psikologi) kita cukup mempelajari refleks-refleks
saja. Pandangan yang sebenarnya bermula dari seorang tokoh Rusia lain bernama
I.M. Sechenov. Sechenov yang banyak mempengaruhi Pavlov ini, kemudian dijadikan
dasar pandangan pula oleh John B. Watson di Amerika Serikat dalam aliran
Behaviorismenya setelah mendapat perubahan-perubahan seperlunya. [1]
Karya yang membuat Pavlov memiliki reputasi sebenarnya bermula sebagai
studi dalam pencernaan. Ia sedang mencari proses pencernaan pada anjing,
khususnya hubungan timbal balik antara air ludah dan kerja perut. Ia sadar
kedua hal itu berkaitan erat dengan refleks dalam sistem syaraf otonom. Tanpa
air liur, perut tidak membawa pesan untuk memulai pencernaan. Pavlov ingin
melihat bahwa rangsangan luar dapat memengaruhi proses ini, maka ia membunyikan
metronom dan di saat yang sama ia mengadakan percobaan makanan anjing. Setelah
beberapa saat, anjing itu -- yang hanya sebelum mengeluarkan liur saat mereka
melihat dan memakan makanannya -- akan mulai mengeluarkan air liur saat
metronom itu bersuara, malahan jika tiada makanan ada. Pada 1903 Pavlov
menerbitkan hasil eksperimennya dan menyebutnya "refleks terkondisi,"
berbeda dari refleks halus, seperti. Pavlov menyebut proses pembelajaran ini
(sebagai contoh, saat sistem syaraf anjing menghubungkan suara metronom dengan
makanan) "pengkondisian". Ia juga menemukan bahwa refleks terkondisi
akan tertekan bila rangsangan ternyata terlalu sering "salah". Jika
metronom bersuara berulang-ulang dan tidak ada makanan, anjing akan berhenti
mengeluarkan ludah.
Pavlov lebih tertarik pada fisiologi ketimbang pdikologi. Ia melihat pada
ilmu psikiatri yang masih baru saat itu sedikit meragukan. Namun ia
sungguh-sungguh berpikir bahwa refleks terkondisi dapat menjelaskan perilaku
orang gila. Sebagai contoh, ia mengusulkan, mereka yang menarik diri dari dunia
bisa menghubungkan semua rangsangan dengan luka atau ancaman yang mungkin.
Gagasannya memainkan peran besar dalam teori psikologi behavioris,
diperkenalkan oleh John Watson sekitar 1913.
Pavlov amat dihormati di negerinya sendiri -- baik sebagai Kekaisaran Rusia
maupun Uni Soviet -- dan di seluruh dunia. Pada 1904, ia memenangkan
Penghargaan Nobel dalam Fisiologi dan Kedokteran dalam penelitiannya tentang
pencernaan. Ia adalah orang yang terang-terangan dan sering bersilang pendapat
dengan pemerintah Soviet dalam hidupnya, namun karena reputasinya, dan juga
karena bangganya penduduk senegerinya kepadanya, membuatnya terjaga dari
penganiayaan. Ia aktif bekerja di laboratorium sampai kematiannya dalam usia 86.[2]
B. Teori
pengkondisian klasik dan eksperimennya
Ivan Pavlov adalah seorang ahli
psikologi refleksologi dari rusia yang mengadakan percobaan pada anjing .
moncong anjing dibedah sehingga kelenjar ludahnya berada di luar pipinya dan
dimasukkan di kamar gelap serta ada sebuah lubang di depan moncong empat
menyodrkan makanan atau menyemprotkan cahaya . pada moncng yang dibedah
dipasang selang yang dihubungkan dengan tabung
di luar kamar sehingga dapat diketahui keluar atau tidaknya air liur pada waktu
percobaan. Hasil percobaan mengatakan bahwa gerakan reflex itu juga dapat
dipelajari dan dapat berubah karena mendapat latihan, sehingga dapat dibedakan dua macam refleks, yaitu refleks
bersyarat/refleks yang dipelajari, yaitu keluarnya air liur karena
menerima/bereaksi terhadap warna sinar tertentu, atau terhadap suatu bunyi
tertentu.
Teori di atas juga disebut dengan teori
classical, yang merupakan sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara
mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. Disebut classical
karena yang mengawali nama teori ini untuk menghargai karya ivan Pavlov yang
paling pertama di bidang conditioning (upaya pembiasan) , serta untuk
membedakan dari teori lainnya. Teori ini disebut juga respondent conditioning
(pembiasan yang dituntut). Teori ini sering disebut juga contemporary
behaviorists atau juga disebut S-R psychologists yang berpendapat bahwa tingkah
laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan
(reinforcement) dari lingkungan. Jadi tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi
behavioral dengan stimulasinya. Guru yang menganut pandangan ini bahwa masa
lalu dan pada masa sekarang dan segenap tingkah laku merupakan reaksi terhadap
lingkungan mereka merupakan hasil belajar. Teori ini menganalis kejadian
tingkah laku dengan mempelajari latar belakang penguatan (reinforcement)
terhadap tingkah laku tersebut.[3]
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun
dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut
dilakukan pada manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang
timbul tidak disadari manusia. Eksperimen
yang dilakukan oleh pavlov menggunakan anjing sebagai subjek penelitian. Berikut adalah
gambar dari experimen Pavlov.
Berikut adalah tahap-tahap eksperimen dan penjelasan dari
gambar diatas.
1.
Gambar pertama. Dimana anjing, bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka
secara otonom anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).
2.
Gambar kedua. Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon
atau mengeluarkan air liur.
3.
Gambar ketiga. Dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan (UCS)
setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga anjing akan
mengeluarkan air liur (UCR) akibat pemberian makanan.
4.
Gambar keempat. Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang,
maka ketika anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara
otonom anjing akan memberikan respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya
(CR).
Dari
percobaan ini adalah bahwa tingkah laku sebenarnya tidak lain daripada
rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks yang terjadi setelah adanya
proses pengondisian (conditioning process) di mana refleks-refleks yang
tadinya dihubungkan dengan rangsang-rangsang tak berkondisi lama-kelamaan
dihubungkan dengan rangsang berkondisi.
Berdasarkan
eksperimen dengan menggunakan anjing, Pavlov menyimpulkan bahwa untuk membentuk
tingkah laku tertentu harus dilakukan secara berulang-ulang dengan melakukan
pengkondisian tertentu. Pengkondisian itu adalah dengan melakukan semacam
pancingan dengan sesuatu yang dapat menumbuhkan tingkah laku itu. Hal ini
dikarenakan classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan
refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks
tersebut.
Suatu
stimulus akan menimbulkan respons tertentu apabila stimulus itu sering diberikan
bersamaan dengan stimulus lain yang secara alamiah menimbulkan respons
tersebut. Dalam hal ini perubahan perilaku terjadi karena adanya asosiasi
antara kedua stimulus tersebut.
Berdasarkan
hasil eksperimen tersebut, Pavlov juga menyimpulkan bahwa hasil eksperimennya
itu juga dapat diterapkan kepada manusia untuk belajar. Implikasi hasil
eksperimen tersebut pada kegiatan belajar manusia adalah bahwa belajar pada
dasarnya membentuk asosiasi antara stimulus dan respons secara reflektif,
proses belajar akan berlangsung apabila diberi stimulus bersyarat.[4]
Pada akhir 1800an dan awal 1900an,
ilmuwan rusia ivan Pavlov dan rekan-rekannya mempelajari proses pencernaan
anjing . selama riset berlangsung , para ilmuwan ini memperhatikan Perubahan waktu dan kadar pengeluaran air
liur hewan ini. Pavlov mengamati bahwa , jika tepung dging diletakkan didalam mulut atau dekat
mulut anjing yang lapar, hewan tersebut akan mengeluarkan air liur, karena tepung daging membangkitkan tanggapan
ini dengan otomatis tanpa satu pun
pelatihan atau pengkondisian sebelumnya, tepung daging tadi disebut rangsangan tanpa pengkondisian.
Sama halnya, karena pengeluaran air liur
terjadi otomatis dengan kehadiran daging, yang juga tanpa memerlukan sedikit
pun pelatihan atau pengalaman , tanggapan pengeluaran air liur ini disebut tanggapan tanpa pengkondisian.
Sementara daging tersebut akan menghasilkan air liur tanpa sedikit pun
pengalaman atau pelatihan sebelumnya, rangsangan lain, seperti lonceng, tidak akan
menghasilkan air liur. Karena tidak mempenyuai dampak pada tanggapan tersebut,
rangsangan ini disebut rangsangan
netral.
Eksperimen Pavlov memperlihatkan bahwa,
apabila rangsangan netral sebelumnya dipasangkan dengan rangsangan tanpa
pengkondisian, rangsangan netral tersebut menjadi rangsangan pengkondisian dan memperoleh kekuatan untuk mendorong
tanggapan yang mirip dengan apa yang dihasilkan rangsangan tanpa pengkondisian
tadi. Dengan kata lain setelah lonceng dan daging disodorkan bersama-sama,
bunyi lonceng itu sendiri mengakibatkan anjing mengeluarkan air liur.. proses
ini disebut pengkondisian klasik.[5]
Contoh kondisioning klasik dalam
kehidupan :
Alan
selalu menyukai baseball (kasti), tetapi dalam sebuah pertandingan tahun lau ia
terluka parah oleh lemparan liar ketika dia sedang memukul. Sekarang walaupun
masih menyukai baseball, dia menjadi gugup setiap kali mendapat giliran
memukul, sampai pada titik dimana jantungnya berdebyut kencang dan dia
seringkali menghindari bola daripada mengayunkan tongkat kastinya ke arah bola
tersebut.
Satu
penjelasan yang mungkin terhadap perilaku alan adalah kondisioning klasik ,
yakni sebuah teori yang menjelaskan bagaimana kita terkadang mempelajari
respons baru sebagai hasil dari dua stimulus yang muncul pada waktu yang hamper
bersamaan (dalam kasus ini , pandangan
tentang pertandingan kasti yang suadah dekat dan dampak menyakitkan dari
lemparan liar yang baru sja terjadi). Respons-respons terkini alan terhadap
bola yanga dilemparkan, reaksi fisiologinya dan usahanya untuk menghinadar
adalah respons2 yang tidak ia tampilkan sebelum pengalaman menyakitkan dengan
baseball itu terjadi.
Dalam istilah yang lebih umum ,
kondisioning klasik berlangsung sebagai berikut:
1. Dimulai
dengan asosiasi stimulus-respons yang telah ada sebelumnya, dengan kata lain,
sebuah asosiasi stimulus respons tak terkondisi(unconditioned). Anjing Pavlov
mengeluarkan liur secara otomatis setiap kali mencium baud aging dan alan
merasa cemas dan menghindar setiap kali menjumpai stimulus yang menyakitkan.:
tidak ada pembelajaran pada kedua kasus ini. Ketiak sebuah stimulus mengarah
pada sebuah respons khusus tanpa ada pembelajaran sebelumnya (prior learning), kita
mengatakan bahwa sebuah stimulus tak
terkondisi menimbulkan sebuah respons
tak terkondisi pula, respon tak terkondisi umumnya adalah sebuah respons
otomatis dan tidak diengaja, atasnya pembelajar kurang atau tidak memiliki
control sama sekali.
2. Kondisioning
terjadi ketika sebuah stimulus netral yang tidak menimbulkan respons khusus
apapun disajikan segera sebelum stimulus tak terkondisi. Dalam kasus anjing
Pavlov , cahaya disajikan segera sebelum daging . dalam kasus alan, bola kasti dipukul segera sebelum dampak pukulan yang
menyakitkan. Kondisioning secara khusus mungkin terjadi ketika kedua stimulus
dihadirkan secara bersamaan dalam beberapa kesempatan dan ketika stimulus
netral muncul hanya ketika stimulus tak terkondisi akan mengikutinya (R.R.
Miller & Barnet, 1993; Rachlin,1991,Rescorla,1967)
3. Segera
setelahnya , stimulus yang baru itu juga menimbulkan sebuah respons, biasanya
mirip sangat dnegan respons tak terkondisi. Stimulus netral ini telah menjadi
stimulus terkondisi, dan respons terhadap stimulus ini dinamakan respon
terkondisi. Sebagai contoh, anjing Pavlov menampilkan respns terkondisi berupa
air liur terhadap sebuah stimulus baru, yaitu terkondisi yakni, cahaya. Begitu
pula alan menampilkan respons terkondisi berupa kecemasan dan menghindari
memukul bola dalam permainan kasti. Seperti halnya respons tak terkondisi,
respons ini muncul secara otomatis setiap kali stimulus terkondisi dihadirkan.
Kondisional
klasik seringkali digunakan untuk menjelaskan mengapa orang terkadang
menampilkan respons secara emosional terhadap apa yang mungkin dianggap orang lain sebagai stimulus-stimulus
netral. Ketika sebuah stimulus khusus dikaitkan dengan sesuatu yang membuat
kita bahagia atau rileks, stimulus tersebut dapat menimbulkan perasaan bahagia
atau rileks yang sama. Ketika sebuah stimulus dikaitkan dengan sesuatu yang
membuat kita takut atau cemas, hal tersebut juga menimbulkan perasaan takut dan
cemas yang sama.[6]
Dua fenomena umum dalam kondisioning
klasikadalah generalisasi dan ekstinksi.
a. Generalisasi
Generalisasi
yaitu fenomena dimana seseorang mempelajari sebuah respons terhadap stimulus
tertentu dan kemudian membuat respons yang sama terhadap stimulus yang serupa;
dalam kondisioning klasik, hal ini mencakup membuat respons terkondisi terhadap
suatu stimulus yang serupa dengan stimulus terkondisi.
Ketika
orang mempelajari respons terkondisi terhadap stimulus baru, respon yang sama
terhadap stimulus yang serupa juga bisa terjadi fenomena ini dikenal dengan
nama generalisasi. Sebagai contoh, seorang anak laki2 yang merasa cemas dengan
soal pembagian panjang dapat menggeneralisasikan kecemasannya pada aspek2 lain
dari pelajaran matematika. Dan seorang anak perempuan yang mengalami penghinaan
di sebuah kelas dapat menggeneralisasikan rasa melunya dikelas2 lainnya. Dalam
teori perilsku, generalisasi adalah alat utama dimana pembelajar mentransfer
apa yang telah mereka pelajari dalam satu situasi ke situasi yang baru. Di sini
kita melihat satu alasan lagi mengapa siswa seharusnya mengaitkan (asociatea0
perasaan-perasaan yang menyenangkan dengan materi peljaran di kelas. Reaksi2
siswa terhadap topic pelajaran, kegiatan, atau konteks tertentu dapat
digeneralisasikan yaitu mereka mengalihkannya ke topic kegiatan, atau konteks
yang serupa.
b. Ekstinksi
Ekstinksi
penghilangan secara bertahap sebuah respons yang telah diperoleh; dalam
kondisioning klasik , hal itu merupakan hasil kehadiran secara berulang dari
stimulus terkondisi tanpa disertai kehadiran stimulus tak terkondisi. Pavlov
menemukan bahwa respoms terkondisi tidak bertahan selamanya. Dengan memasangkan
cahaya dan daging , Pavlov mengkondisikan
seekor anjing supaya air liur hanya terhadap cahaya. Tetapi selanjutnya,
ketika Pavlov menyalakan cahaya berulang-ulang tanpa dilanjutkan tanpa
pemberian daging, air liur anjing semakin berkurang. Pada akhirnya anjing tidak
lagi mengeluarkan air liur ketika melihat kilatan cahaya. Ketika stimulus
terkondisi muncul berulang-ulang tanpa disertai stimulus tak terkondisi
misalnya ketika pelajaran matematika tidak pernah lagi dihubungkan dengan
kegagalan, atau ketika guru tidak pernah lagi diasosiasikan dengan penghinaan,
respons terkondisi akan berkurang dan pada akhirnya menghilang. Dengan kata
lain , ekstinksi telah terjadi.
Banyak respons terkondisi hilang seiring berjalannya waktu. Sayangnya banyak respons lain yang bertahan. Ketakutan
seorang anak terhadap air atau kecemasan mengenai mata pelajaran matematika
bisa terus bertahan selama bertahun2. Satu alasan yang membuat ketakutan dan
kecemasan bisa bertahan dalam jangka waktu yang lama adalah orang2 yang belajar
cenderung menghindari situasi2 yang menyebabkan reaksi2 emosional negative. tetapi jika orang yang belajar
itu menghindar dari stimulus menyebabkan
mereka ketakutan, mereka tidak pernah memiliki kesempatan untuk mengalami
stimulus itu bila stimulus tak terkondisi yang awalnya berpasangan dengan stimulus
itu tidak ada/hadir. Akibatnya mereka tidak memiliki kesempatan belajar menjadi
tidak takut, tidak ada lagi kesempatan bagi respons itu untuk mengalami
ekstinksi.[7]
C. Implikasi
teori Causal Conditioning pada dunia
pendidikan
Setelah
banyak orang mengakui teori Pavlov bermanfaat di dunia psikologi, banyak ahli
pendidikan baru mulai memanfaatkan teorinya untuk mengembangkan atau memberikan
kontribusi pada psikologi pendidikan pada umumnya dan teori belajar khususnya. Untuk
menjadikan seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat
tertentu. Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning ialah adanya
latihan-latihan yang kontinyu. Yang diutamakan dalam teori ini ialah belajar
yang terjadi secara otomatis. Segala tingkah laku manusia tidak lain adalah
hasil daripada latihan-latihan atau kebiasaan kebiasaan mereaksi terhadap
syarat-syarat tertentu yang dialaminya dalam kehidupannya.
Perasaan dan akal pikiran yang potensial pada manusia
menyebabkan stimulus yang sama tidak selalu menimbulkan respons sama, dan
sebaliknya, respons sama tidak selalu disebabkan stimulus yang sama. Namun
demikian, ada baiknya bila kita dapat menggunakan kerangka teori Pavlov untuk
membantu menjelaskan proses belajar secara fleksibel. Contohnya, sikap ramah
seorang guru memiliki kecendrungan menimbulkan respons positif pada subjek
didik, meskipun ada kemungkinan timbulnya respons negatif pada subjek didik
manja. Pada awal pelajaran, konsep-konsep yang sulit dapat menimbulkan shock
symbol pada sebagian subjek didik, tetapi justru dapat pula merangsang
subjek didik belajar gigih agar memahaminya.
Eksperimen-eksperimen Pavlov awalnya tidak bertujuan
menemukan teori belajar, meskipun sangat dipengaruhi oleh psikologi
behaviorisme. Sesuai dengan kedudukannya sebagai ahli fisiologi, eksperimen pavlov
lebih bertujuan memahami fungsi otak.
Hasil-hasil eksperimen Pavlov ternyata sangat berguna bagi
pengembangan teori belajar. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila banyak
ahli pendidikan mengadopsi hasil eksperimen paplov untuk mengembangkan teori
belajar. Namun demikian, apa yang diperoleh Pavlov bukan suatuyang final
sehingga kita sebaiknya fleksibel menggunakannya.
1. Penerapan Prinsip-prinsip Teori
Belajar Classical Conditioning dalam Pengajaran
Pengaruh keadaan klasik membantu menjelaskan banyak pelajaran
di mana satu stimulus diganti / digantikan untuk yang lain. Satu contoh yang
penting tentang proses ini adalah pelajaran atraksi emosional dan ketakutan.
Bahwa bentakkan seorang guru seringkali membuat takut murid-muridnya, hal yang
sama seorang polisi mempermainkan penjahat dengan ancungan tangannya, atau
seorang perawat hendak memberi suntikan kepada pasiennya. Semua perilaku ini
menciptakan tanggapan perhatian dan ketakutan di hati orang-orang tersebut
dibawah kesadaran mereka. Situasi ini memberikan pengaruh ketakutan bila
stimulus tidak netral:
Guru Sorak ( UCS) Perhatian dan Ketakutan anak ( UCR)
Polisi mendorong dengan penuh ancaman (UCS) Perhatian dan
Ketakutan masyarakat (UCR)
Perawat memberi suntikan (UCS) Perhatian dan Ketakutan pasien
(UCR)
Manapun stimulus netral yang berulang-kali terjadi
bersama-sama dengan stimuli ini cenderung untuk dikondisikan (C) ke ketakutan
sebagai respon. Jika seorang guru selalu meneliti seorang anak, kemudian hanya
memperhatikan dia tanpa mengkritik boleh jadi membuat dia menaruh perhatiannya.
Hal yang ekstrim, anak bisa berhubungan dengan guru di kelas dengan perhatian
dan ketakutannya yang ia kembangkan samarata, atau ketakutan yang kadang tidak
masuk akal. Hal yang sama juga dialami masyarakat phobia polisi, atau pasien,
tentang perawat.
Tetapi tanggapan positif dapat dibangun secara sederhana
untuk mengkondisikan stimulus. Jika seorang guru memuji seorang siswa akan
menimbulkan hal positif baginya, bahkan ketika dia tidak lagi dipuji. Pada akhirnya,
proses ini dapat membangun hubungan baik di kelas. Hal yang sama untuk polisi,
perawat, atau orang yang bekerja dengan orang-orang: stimuli yang dapat
dipercaya menimbulkan hal positif tanggapan tersebut dapat dikondisikan untuk
lain. Penggantian stimulus dapat membantu bahkan pada pelajaran tertentu yang
tidak berisi unsur perasaan. Pengaruh tersebut tidak memerlukan refleks sebagai
titik awal.
Beberapa Psikolog menyebutnya belajar berlanjut atau
asiosatif learning, hanya memerlukan dua stimuli yang tidak bertalian
terjadi bersama-sama pada suatu tanggapan atau keduanya dari stimulus yang ada.
Jika seorang anak telah mempelajari bagaimana cara menggunakan unit balok
kecil, kemudian stimuli ini dapat dipasangkan dengan hal yang lebih abstrak,
mereka akan dapat menulis padanan menulis padanan yang menghasilkan apa yang
diinginkan dengan baik. Pada Gambar 3, terlihat bahwa awalnya anak tidak
mempunyai kemampuan tertentu (netral) namun setelah belajar mereka
mengasiosatifkan ingatan mereka pada hal yang berbeda.
Dalam praktek pendidikan mungkin bisa kita temukan seperti
lonceng berbunyi mengisyaratkan belajar dimulai dan atau pelajaran berakhir.
Pertanyaan guru diikuti oleh angkatan tangan siswa, suatu pertanda siswa dapat
menjawabnya. Kondisi-kondisi tersebut diciptakan untuk memanggil suatu respon
atau tanggapan ahli pendidikan lain juga menyarankan bahwa panduan belajar
dengan mengkombinasikan gambar dan kata-kata dalam mempelajari bahasa, akan
sangat berguna dalam mengajar perbendaharaan kata-kata. Memasangkan kata-kata
dalam bahasa Inggris dengan kata-kata bahasa lainnya akan membantu para siswa
dalam membuat perbendaharaan kata dalam bahasa asing.16
Dalam pengertian yang lebih luas lagi misalnya memasangkaan
maakna suatu konsep dengan pengalaman siswa sehari-harinya akan membantu siswa
dalam memahami konsep-konsep lainnya. Walaupun classical conditioning terus
menjadi bidang yang aktif dalam psikologi saat ini, sebagian para ahli telah
mulai meninggalkan teori psikologi ini.
2. Penerapan Prinsip-prinsip Teori
Belajar Classical Conditioning di Kelas
Berikut ini beberapa tips yang ditaawarkan oleh Woolfolk
(1995) dalam menggunakan prinsip-prinsip kondisioning klasik di kelas. Titin
Nurhidayati, Implementasi Teori Belajar Ivan Petrovich Pavlov (Classical
Conditioning ) dalam Pendidikan
a. Memberikan
suasana yang menyenangkan ketika memberikan tugas-tugas belajar, misalnya:
a.1.) Menekankan pada kerjasama dan kompetisi
antarkelompok daripada individu, banyak siswa yang akan memiliki respons
emosional secara negatif terhadap kompetisi secara individual, yang mungkin
akan digeneraalissikan dengan pelajaran-pelajaran yang lain;
a.2.) Membuat kegiatan membaca menjadi menyenangkan dengan
menciptakaan ruang membaca (reading corner) yang nyaman dan enak serta
menarik, dan lain sebagainya.
b. Membantu
siswa mengatasi secara bebas dan sukses situasi-situasi yang mencemaskan atau
menekan, misalnya:
b.1.) Mendorong
siswa yang pemalu untuk mengajarkaan siswa lain cara memahami materi pelajaran;
b.2.) Membuat
tahap jangka pendek untuk mencapai tujuan jangka panjang, misalnya dengaan
memberikan tes harian, mingguan, agar siswa dapat menyimpaan apa yang
dipelajari dengan baik;
b.3.) Jika siswa
takut berbicara di depan kelas, mintalah siswa untuk membacakan sebuah laaporan
di depan kelompok kecil sambil duduk di tempat, kemudian berikutnya dengan
berdiri. Setelah dia terbiasa, kemudian mintalah ia untuk membaca laporan di
depaan seluruh murid di kelas.
c. Membantu
siswa untuk mengenal perbedaan dan persamaan terhadap situasi-situasi sehingga
mereka dapat membedakan dan menggeneralisasikan secara tepat. Misalnya, dengan:
c.1.) Meyakinkan
siswa yang cemas ketika menghadapi ujian masuk sebuah sekolah yang lebih tinggi
tingkatannya atau perguruan tinggi, bahwa tes tersebut sama dengan tes-tes
prestasi akademik lain yang pernah mereka lakukan;
2) Menjelaskan
bahwa lebih baik menghindari hadiah yang berlebihan dari orang yang tidak
dikenal, atau menghindar tetapi aman daan dapat menerima penghargaan dari orang
dewasa ketika orangtua ada.
d. Memberikan suasana yang menyenangkan ketika memberikan
tugas-tugas belajar, Contoh: Menekankan pada kerja sama dan kompetisi antar
kelompok daripada individu, banyak siswa yang akan memiliki respons emosional
secara negatif terhadap kompetisi secara individual, yang mungkin akan
digeneralisasikan dengan pelajaran- lainnya adalah membuat kegiatan membaca
menjadi menyenangkan
dengan menciptakan ruang membaca yang nyaman dan enak serta menarik.
e. Membantu
siswa mengatasi secara bebas dan sukses situasi-situasi yang mencemaskan atau
menekan, Contoh: Mendorong siswa yang pemalu untuk mengajarkan siswa lain cara
memahami materi pelajaran, misalnya dengan memberikan tes harian, mingguan,
agar siswa dapat menyimpan apa yang dipelajari dengan baik. Jika siswa takut
berbicara di depan kelas mintalah siswa untuk membacakan sebuah laporan di
depan kelompok kecil sambil duduk ditempat, kemudian berikutnya dengan berdiri.
Setelah dia terbiasa, kemudian mintalah ia untuk membaca laporan di depan
seluruh murid di kelas.
f. Membantu siswa untuk mengenal perbedaan dan persamaan
terhadap situasi-situasi sehingga mereka dapat membedakan dan menggeneralisasi
secara tepat. Contoh : Meyakinkan siswa yang cemas ketika menghadapi ujian
masuk sebuah perguruan tinggi, bahwa tes tersebut sama dengan tes-tes prestasi
akademik lain yang pernah mereka lakukan.
Sebagai guru, kita harus mengetahui bagaimana mengurangi counterproductive
kondisi responsif yang dialami para siswa. Psikolog sudah mempelajari ke
arah itu untuk memadamkan hal negatif sebagai reaksi emosional pada stimulus
dikondisikan tertentu tidak lain untuk memperkenalkan stimulus itu secara
pelan-pelan dan secara berangsur-angsur sehingga siswa bahagia atau santai (
M.C.Jones, 1924; Wolpe, 1969). Satu contoh, jika Imung seorang yang takut
berenang, kita mungkin mulai pelajaran berenangnya pada tempat yang dangkal
seperti bayi bermain dalam tempat mandinya kemudian bergerak perlahan-lahan ke
air yang lebih dalam, maka ia akan merasa lebih nyaman untuk mencoba berenang.
Tidak ada hal yang paling membanggakan pada guru selain
membantu dan membuat siswa menjadi sukses dan merasa senang di kelas. Satu hal
yang perlu guru ingat bahwa kelas dapat membuat perilaku baik siswa, meningkat
atau justru melemahkannya.
D.
Kelebihan dan Kelemahan
Kelebihan dari penerapan teori ini dalam dunia pendidikan,
khususnya guru ialah guru mampu mengarahkan dan mengontrol siswa dalam kegiatan
belajar mengajar sehingga siswa dapat menjadi seperti yang diharapkan.
Kelemahan dari teori ini ialah menimbulkan ketergantungan
terhadap stimulus, sehingga siswa kehilangan kesadaran akan apa yang sebenarnya
ia lakukan dan inginkan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ivan
Pavlov adalah seorang fisiolog dan dokter dari Rusia. Ia dilahirkan di sebuah desa kecil
di Rusia tengah. Sebenarnya
ia bukan seorang sarjana psikologi dan ia pun tidak berkeinginan disebut
sebagai ahli psikologi, karena ia adalah seorang sarjana ilmu faal yang
fanatik. Cara berpikirnya adalah sepenuhnya cara berpikir ahli ilmu faal,
bahkan ia sangat anti terhadap psikologi karena dianggapnya kurang ilmiah.
Classic conditioning
(pengondisian klasik) adalah proses
yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang
asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang
sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang
dilakukan Pavlov dan ahli sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana
gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Teori
ini disebut classical karena yang mengawali nama teori ini untuk
menghargai karya Ivan Pavlov yang paling pertama di bidang conditioning
(upaya pembiasaan) serta untuk membedakan dari teori conditioning lainnya
Dalam bidang pendidikan, teori pengondisian klasik
digunakan untuk mengembangkan sikap yang menguntungkan terhadap pesrta didik
untuk termotivasi belajar dan membantu guru untuk melatih kebiasaan positif peserta didik. Penerapan classical
conditioning merupakan metode terapi dalam merubah perilaku yang bersifat maladaptif
dan merubahnya menjadi perilaku yang adaptif. Misalnya rasa takut terhadap
pelajaran matematika diubah menjadi rasa senang dengan pelajaran matematika.
[1]
http://ajenganjar.blogspot.com/2012/04/teori-pembelajaran-ivan-pavlov.html,
Pukul 15:22, 28 September 2014
[3]
Psikologi pendidikan, Prof. Dr. H. Djaali, cet.3, (Jakarta:Bumi Aksara, 2008),
hal. 85-86
[4] http://rantandj.files.wordpress.com/2013/02/makalah-pengkondisian-klasik-pavlov-baru.doc
, pukul 15.28, 29 september 2014
[5]
Psikologi pendidikan teori dan praktik, Robert E. Slavin, jilid 1, (Jakarta:PT
Indeks, 2011), hal.178-179
[6]
Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan,
edisi keenam, jilid 1, (Jakarta:Penerbit Erlangga, 2008), hal. 426-428
[7]Jeanne
Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan…,
hal. 430