Kamis, 26 Februari 2015

Teori Classical Conditioning Ivan Pavlov

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dewasa ini, kegiatan belajar yang efektif dan efisien sangatlah penting bagi mahasiswa dan guru karena beberapa faktor-faktor yang mempengaruhinya, karena belajar merupakan tanggung jawab mahasiswa.
Melihat hal tersebut maka ini sesuai dengan Teori Classical Conditioning  yaitu dimana belajar adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat atau ‘conditions’ yang kemudian menimbulkan respons. Hal inilah yang menjadi latar belakang penyusunan makalah yang berjudul “Classical Conditioning  (Teori Ivan Petrovich Pavlov)”. Selain itu, penyusunan makalah ini juga tidak terlepas untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan.

B.    Rumusan Masalah
Beberapa masalah yang akan dipaparkan di dalam makalah ini yaitu tentang siapakah ivan Pavlov, lalu apakah teori classical conditioningnya, eksperimen-eksperimen apasajakah yang telah ia lakukan dan bagaimana implikasinya dalam proses belajar mengajar.

C.    Tujuan Penulisan
Peyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan di mana di dalamnya di bahas tentang biografi Ivan Pavlov, teori kausal kondisioning, eksperimen yang telah di lakukan oleh Ivan Pavlov serta penerapannya dalam bidang pendidikan




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Ivan Petrovich Pavlov
 Ivan Petrovich Pavlov  (bahasa rusia: Иван Петрович Павлов) (14 September 1849 – 27 Februari 1936) adalah seorang fisiolog dan dokter dari Rusia. Ia dilahirkan di sebuah desa kecil di Rusia tengah. Keluarganya  mengharapkannya menjadi pendeta, sehingga ia bersekolah di Seminari Teologi. Setelah membaca Charles Darwin, ia menyadari bahwa ia lebih banyak peduli untuk pencarian ilmiah sehingga ia meninggalkan seminari ke Universitas St. Petersburg. Di sana ia belajar kimia dan fisiologi, dan menerima gelar doktor pada 1879. Ia melanjutkan studinya dan memulai risetnya sendiri dalam topik yang menarik baginya: sistem pencernaan dan peredaran darah. Karyanya pun terkenal, dan diangkat sebagai profesor fisiologi di Akademi Kedokteran Kekaisaran Rusia.
Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936) adalah seorang behavioristik terkenal dengan teori pengkondisian asosiatif stimulus-respons dan hal inilah yang dikenang darinya hingga kini. Ivan Petrovich Pavlov, Sarjana Rusia ini dilahirkan di Rusia pada tanggal 14 September 1849 dan meninggal di Leningrad pada tanggal 27 Februari 1936. Ia tidak pernah memiliki hambatan serius dalam sepanjang kariernya meskipun terjadi kekacauan dalam revolusi Rusia. Sebenarnya ia bukan seorang sarjana psikologi dan ia pun tidak berkeinginan disebut sebagai ahli psikologi, karena ia adalah seorang sarjana ilmu faal yang fanatik. Cara berpikirnya adalah sepenuhnya cara berpikir ahli ilmu faal, bahkan ia sangat anti terhadap psikologi karena dianggapnya kurang ilmiah. Dalam penelitian-penelitiannya ia selalu berusaha menghindari konsep-konsep maupun istilah-istilah psikologi. Sekalipun demikian, peranan Pavlov dalam psikologi sangat penting, karena studinya mengenai refleks-refleks merupakan dasar bagi perkembangan aliran psikologi behaviorisme.
Pandangannya yang paling penting adalah bahwa aktivitas psikis sebenarnya tidak lain daripada rangkaian-rangkaian refleks belaka. Karena itu, untuk mempelajari aktivitas psikis (psikologi) kita cukup mempelajari refleks-refleks saja. Pandangan yang sebenarnya bermula dari seorang tokoh Rusia lain bernama I.M. Sechenov. Sechenov yang banyak mempengaruhi Pavlov ini, kemudian dijadikan dasar pandangan pula oleh John B. Watson di Amerika Serikat dalam aliran Behaviorismenya setelah mendapat perubahan-perubahan seperlunya. [1]
Karya yang membuat Pavlov memiliki reputasi sebenarnya bermula sebagai studi dalam pencernaan. Ia sedang mencari proses pencernaan pada anjing, khususnya hubungan timbal balik antara air ludah dan kerja perut. Ia sadar kedua hal itu berkaitan erat dengan refleks dalam sistem syaraf otonom. Tanpa air liur, perut tidak membawa pesan untuk memulai pencernaan. Pavlov ingin melihat bahwa rangsangan luar dapat memengaruhi proses ini, maka ia membunyikan metronom dan di saat yang sama ia mengadakan percobaan makanan anjing. Setelah beberapa saat, anjing itu -- yang hanya sebelum mengeluarkan liur saat mereka melihat dan memakan makanannya -- akan mulai mengeluarkan air liur saat metronom itu bersuara, malahan jika tiada makanan ada. Pada 1903 Pavlov menerbitkan hasil eksperimennya dan menyebutnya "refleks terkondisi," berbeda dari refleks halus, seperti. Pavlov menyebut proses pembelajaran ini (sebagai contoh, saat sistem syaraf anjing menghubungkan suara metronom dengan makanan) "pengkondisian". Ia juga menemukan bahwa refleks terkondisi akan tertekan bila rangsangan ternyata terlalu sering "salah". Jika metronom bersuara berulang-ulang dan tidak ada makanan, anjing akan berhenti mengeluarkan ludah.
Pavlov lebih tertarik pada fisiologi ketimbang pdikologi. Ia melihat pada ilmu psikiatri yang masih baru saat itu sedikit meragukan. Namun ia sungguh-sungguh berpikir bahwa refleks terkondisi dapat menjelaskan perilaku orang gila. Sebagai contoh, ia mengusulkan, mereka yang menarik diri dari dunia bisa menghubungkan semua rangsangan dengan luka atau ancaman yang mungkin. Gagasannya memainkan peran besar dalam teori psikologi behavioris, diperkenalkan oleh John Watson sekitar 1913.
Pavlov amat dihormati di negerinya sendiri -- baik sebagai Kekaisaran Rusia maupun Uni Soviet -- dan di seluruh dunia. Pada 1904, ia memenangkan Penghargaan Nobel dalam Fisiologi dan Kedokteran dalam penelitiannya tentang pencernaan. Ia adalah orang yang terang-terangan dan sering bersilang pendapat dengan pemerintah Soviet dalam hidupnya, namun karena reputasinya, dan juga karena bangganya penduduk senegerinya kepadanya, membuatnya terjaga dari penganiayaan. Ia aktif bekerja di laboratorium sampai kematiannya dalam usia 86.[2]

B.    Teori pengkondisian klasik dan eksperimennya
Ivan Pavlov adalah seorang ahli psikologi refleksologi dari rusia yang mengadakan percobaan pada anjing . moncong anjing dibedah sehingga kelenjar ludahnya berada di luar pipinya dan dimasukkan di kamar gelap serta ada sebuah lubang di depan moncong empat menyodrkan makanan atau menyemprotkan cahaya . pada moncng yang dibedah dipasang selang  yang dihubungkan dengan tabung di luar kamar sehingga dapat diketahui keluar atau tidaknya air liur pada waktu percobaan. Hasil percobaan mengatakan bahwa gerakan reflex itu juga dapat dipelajari dan dapat berubah karena mendapat latihan, sehingga dapat  dibedakan dua macam refleks, yaitu refleks bersyarat/refleks yang dipelajari, yaitu keluarnya air liur karena menerima/bereaksi terhadap warna sinar tertentu, atau terhadap suatu bunyi tertentu.
Teori di atas juga disebut dengan teori classical, yang merupakan sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. Disebut classical karena yang mengawali nama teori ini untuk menghargai karya ivan Pavlov yang paling pertama di bidang conditioning (upaya pembiasan) , serta untuk membedakan dari teori lainnya. Teori ini disebut juga respondent conditioning (pembiasan yang dituntut). Teori ini sering disebut juga contemporary behaviorists atau juga disebut S-R psychologists yang berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Jadi tingkah laku belajar  terdapat jalinan yang erat antara reaksi behavioral dengan stimulasinya. Guru yang menganut pandangan ini bahwa masa lalu dan pada masa sekarang dan segenap tingkah laku merupakan reaksi terhadap lingkungan mereka merupakan hasil belajar. Teori ini menganalis kejadian tingkah laku dengan mempelajari latar belakang penguatan (reinforcement) terhadap tingkah laku tersebut.[3]
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari manusia. Eksperimen yang dilakukan oleh pavlov menggunakan anjing sebagai subjek penelitian. Berikut adalah gambar dari experimen Pavlov.

Berikut adalah tahap-tahap eksperimen dan penjelasan dari gambar diatas.
1.                    Gambar pertama. Dimana anjing, bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka secara otonom anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).
2.                    Gambar kedua. Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon atau mengeluarkan air liur.
3.                    Gambar ketiga. Dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan (UCS) setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga anjing akan mengeluarkan air liur (UCR) akibat pemberian makanan.
4.                    Gambar keempat. Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka ketika anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara otonom anjing akan memberikan respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya (CR).
Dari percobaan ini adalah bahwa tingkah laku sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks yang terjadi setelah adanya proses pengondisian (conditioning process) di mana refleks-refleks yang tadinya dihubungkan dengan rangsang-rangsang tak berkondisi lama-kelamaan dihubungkan dengan rangsang berkondisi.
Berdasarkan eksperimen dengan menggunakan anjing, Pavlov menyimpulkan bahwa untuk membentuk tingkah laku tertentu harus dilakukan secara berulang-ulang dengan melakukan pengkondisian tertentu. Pengkondisian itu adalah dengan melakukan semacam pancingan dengan sesuatu yang dapat menumbuhkan tingkah laku itu. Hal ini dikarenakan classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut.
Suatu stimulus akan menimbulkan respons tertentu apabila stimulus itu sering diberikan bersamaan dengan stimulus lain yang secara alamiah menimbulkan respons tersebut. Dalam hal ini perubahan perilaku terjadi karena adanya asosiasi antara kedua stimulus tersebut.
Berdasarkan hasil eksperimen tersebut, Pavlov juga menyimpulkan bahwa hasil eksperimennya itu juga dapat diterapkan kepada manusia untuk belajar. Implikasi hasil eksperimen tersebut pada kegiatan belajar manusia adalah bahwa belajar pada dasarnya membentuk asosiasi antara stimulus dan respons secara reflektif, proses belajar akan berlangsung apabila diberi stimulus bersyarat.[4]
Pada akhir 1800an dan awal 1900an, ilmuwan rusia ivan Pavlov dan rekan-rekannya mempelajari proses pencernaan anjing . selama riset berlangsung , para ilmuwan ini memperhatikan  Perubahan waktu dan kadar pengeluaran air liur hewan ini. Pavlov mengamati bahwa , jika tepung  dging diletakkan didalam mulut atau dekat mulut anjing yang lapar, hewan tersebut akan mengeluarkan air liur,  karena tepung daging membangkitkan tanggapan ini dengan otomatis  tanpa satu pun pelatihan atau pengkondisian sebelumnya, tepung daging tadi disebut rangsangan tanpa pengkondisian.
Sama halnya, karena pengeluaran air liur terjadi otomatis dengan kehadiran daging, yang juga tanpa memerlukan sedikit pun pelatihan atau pengalaman , tanggapan pengeluaran air liur ini disebut tanggapan tanpa pengkondisian. Sementara daging tersebut akan menghasilkan air liur tanpa sedikit pun pengalaman atau pelatihan sebelumnya, rangsangan  lain, seperti lonceng, tidak akan menghasilkan air liur. Karena tidak mempenyuai dampak pada tanggapan tersebut, rangsangan ini disebut rangsangan netral.
Eksperimen Pavlov memperlihatkan bahwa, apabila rangsangan netral sebelumnya dipasangkan dengan rangsangan tanpa pengkondisian, rangsangan netral tersebut menjadi rangsangan pengkondisian dan memperoleh kekuatan untuk mendorong tanggapan yang mirip dengan apa yang dihasilkan rangsangan tanpa pengkondisian tadi. Dengan kata lain setelah lonceng dan daging disodorkan bersama-sama, bunyi lonceng itu sendiri mengakibatkan anjing mengeluarkan air liur.. proses ini disebut pengkondisian klasik.[5]
Contoh kondisioning klasik dalam kehidupan :
Alan selalu menyukai baseball (kasti), tetapi dalam sebuah pertandingan tahun lau ia terluka parah oleh lemparan liar ketika dia sedang memukul. Sekarang walaupun masih menyukai baseball, dia menjadi gugup setiap kali mendapat giliran memukul, sampai pada titik dimana jantungnya berdebyut kencang dan dia seringkali menghindari bola daripada mengayunkan tongkat kastinya ke arah bola tersebut.
Satu penjelasan yang mungkin terhadap perilaku alan adalah kondisioning klasik , yakni sebuah teori yang menjelaskan bagaimana kita terkadang mempelajari respons baru sebagai hasil dari dua stimulus yang muncul pada waktu yang hamper bersamaan  (dalam kasus ini , pandangan tentang pertandingan kasti yang suadah dekat dan dampak menyakitkan dari lemparan liar yang baru sja terjadi). Respons-respons terkini alan terhadap bola yanga dilemparkan, reaksi fisiologinya dan usahanya untuk menghinadar adalah respons2 yang tidak ia tampilkan sebelum pengalaman menyakitkan dengan baseball itu terjadi.
Dalam istilah yang lebih umum , kondisioning klasik berlangsung sebagai berikut:
1.   Dimulai dengan asosiasi stimulus-respons yang telah ada sebelumnya, dengan kata lain, sebuah asosiasi stimulus respons tak terkondisi(unconditioned). Anjing Pavlov mengeluarkan liur secara otomatis setiap kali mencium baud aging dan alan merasa cemas dan menghindar setiap kali menjumpai stimulus yang menyakitkan.: tidak ada pembelajaran pada kedua kasus ini. Ketiak sebuah stimulus mengarah pada sebuah respons khusus tanpa ada pembelajaran sebelumnya (prior learning), kita mengatakan bahwa sebuah stimulus tak terkondisi menimbulkan sebuah respons tak terkondisi pula, respon tak terkondisi umumnya adalah sebuah respons otomatis dan tidak diengaja, atasnya pembelajar kurang atau tidak memiliki control sama sekali.
2.   Kondisioning terjadi ketika sebuah stimulus netral yang tidak menimbulkan respons khusus apapun disajikan segera sebelum stimulus tak terkondisi. Dalam kasus anjing Pavlov , cahaya disajikan segera sebelum daging . dalam kasus alan, bola kasti  dipukul segera sebelum dampak pukulan yang menyakitkan. Kondisioning secara khusus mungkin terjadi ketika kedua stimulus dihadirkan secara bersamaan dalam beberapa kesempatan dan ketika stimulus netral muncul hanya ketika stimulus tak terkondisi akan mengikutinya (R.R. Miller & Barnet, 1993; Rachlin,1991,Rescorla,1967)
3.   Segera setelahnya , stimulus yang baru itu juga menimbulkan sebuah respons, biasanya mirip sangat dnegan respons tak terkondisi. Stimulus netral ini telah menjadi stimulus terkondisi, dan respons terhadap stimulus ini dinamakan respon terkondisi. Sebagai contoh, anjing Pavlov menampilkan respns terkondisi berupa air liur terhadap sebuah stimulus baru, yaitu terkondisi yakni, cahaya. Begitu pula alan menampilkan respons terkondisi berupa kecemasan dan menghindari memukul bola dalam permainan kasti. Seperti halnya respons tak terkondisi, respons ini muncul secara otomatis setiap kali stimulus terkondisi dihadirkan.
Kondisional klasik seringkali digunakan untuk menjelaskan mengapa orang terkadang menampilkan respons secara emosional terhadap apa yang mungkin  dianggap orang lain sebagai stimulus-stimulus netral. Ketika sebuah stimulus khusus dikaitkan dengan sesuatu yang membuat kita bahagia atau rileks, stimulus tersebut dapat menimbulkan perasaan bahagia atau rileks yang sama. Ketika sebuah stimulus dikaitkan dengan sesuatu yang membuat kita takut atau cemas, hal tersebut juga menimbulkan perasaan takut dan cemas yang sama.[6]
Dua fenomena umum dalam kondisioning klasikadalah generalisasi dan ekstinksi.
a.   Generalisasi
Generalisasi yaitu fenomena dimana seseorang mempelajari sebuah respons terhadap stimulus tertentu dan kemudian membuat respons yang sama terhadap stimulus yang serupa; dalam kondisioning klasik, hal ini mencakup membuat respons terkondisi terhadap suatu stimulus yang serupa dengan stimulus terkondisi.
Ketika orang mempelajari respons terkondisi terhadap stimulus baru, respon yang sama terhadap stimulus yang serupa juga bisa terjadi fenomena ini dikenal dengan nama generalisasi. Sebagai contoh, seorang anak laki2 yang merasa cemas dengan soal pembagian panjang dapat menggeneralisasikan kecemasannya pada aspek2 lain dari pelajaran matematika. Dan seorang anak perempuan yang mengalami penghinaan di sebuah kelas dapat menggeneralisasikan rasa melunya dikelas2 lainnya. Dalam teori perilsku, generalisasi adalah alat utama dimana pembelajar mentransfer apa yang telah mereka pelajari dalam satu situasi ke situasi yang baru. Di sini kita melihat satu alasan lagi mengapa siswa seharusnya mengaitkan (asociatea0 perasaan-perasaan yang menyenangkan dengan materi peljaran di kelas. Reaksi2 siswa terhadap topic pelajaran, kegiatan, atau konteks tertentu dapat digeneralisasikan yaitu mereka mengalihkannya ke topic kegiatan, atau konteks yang serupa.

b.   Ekstinksi
Ekstinksi penghilangan secara bertahap sebuah respons yang telah diperoleh; dalam kondisioning klasik , hal itu merupakan hasil kehadiran secara berulang dari stimulus terkondisi tanpa disertai kehadiran stimulus tak terkondisi. Pavlov menemukan bahwa respoms terkondisi tidak bertahan selamanya. Dengan memasangkan cahaya dan daging , Pavlov mengkondisikan  seekor anjing supaya air liur hanya terhadap cahaya. Tetapi selanjutnya, ketika Pavlov menyalakan cahaya berulang-ulang tanpa dilanjutkan tanpa pemberian daging, air liur anjing semakin berkurang. Pada akhirnya anjing tidak lagi mengeluarkan air liur ketika melihat kilatan cahaya. Ketika stimulus terkondisi muncul berulang-ulang tanpa disertai stimulus tak terkondisi misalnya ketika pelajaran matematika tidak pernah lagi dihubungkan dengan kegagalan, atau ketika guru tidak pernah lagi diasosiasikan dengan penghinaan, respons terkondisi akan berkurang dan pada akhirnya menghilang. Dengan kata lain , ekstinksi telah terjadi.
 Banyak respons terkondisi  hilang seiring berjalannya waktu. Sayangnya  banyak respons lain yang bertahan. Ketakutan seorang anak terhadap air atau kecemasan mengenai mata pelajaran matematika bisa terus bertahan selama bertahun2. Satu alasan yang membuat ketakutan dan kecemasan bisa bertahan dalam jangka waktu yang lama adalah orang2 yang belajar cenderung menghindari situasi2 yang menyebabkan reaksi2 emosional negative. tetapi jika orang yang belajar itu menghindar dari  stimulus menyebabkan mereka ketakutan, mereka tidak pernah memiliki kesempatan untuk mengalami stimulus itu bila stimulus tak terkondisi yang awalnya berpasangan dengan stimulus itu tidak ada/hadir. Akibatnya mereka tidak memiliki kesempatan belajar menjadi tidak takut, tidak ada lagi kesempatan bagi respons itu untuk mengalami ekstinksi.[7] 
C.    Implikasi teori Causal Conditioning pada dunia pendidikan
Setelah banyak orang mengakui teori Pavlov bermanfaat di dunia psikologi, banyak ahli pendidikan baru mulai memanfaatkan teorinya untuk mengembangkan atau memberikan kontribusi pada psikologi pendidikan pada umumnya dan teori belajar khususnya. Untuk menjadikan seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-latihan yang kontinyu. Yang diutamakan dalam teori ini ialah belajar yang terjadi secara otomatis. Segala tingkah laku manusia tidak lain adalah hasil daripada latihan-latihan atau kebiasaan kebiasaan mereaksi terhadap syarat-syarat tertentu yang dialaminya dalam kehidupannya.
Perasaan dan akal pikiran yang potensial pada manusia menyebabkan stimulus yang sama tidak selalu menimbulkan respons sama, dan sebaliknya, respons sama tidak selalu disebabkan stimulus yang sama. Namun demikian, ada baiknya bila kita dapat menggunakan kerangka teori Pavlov untuk membantu menjelaskan proses belajar secara fleksibel. Contohnya, sikap ramah seorang guru memiliki kecendrungan menimbulkan respons positif pada subjek didik, meskipun ada kemungkinan timbulnya respons negatif pada subjek didik manja. Pada awal pelajaran, konsep-konsep yang sulit dapat menimbulkan shock symbol pada sebagian subjek didik, tetapi justru dapat pula merangsang subjek didik belajar gigih agar memahaminya.
Eksperimen-eksperimen Pavlov awalnya tidak bertujuan menemukan teori belajar, meskipun sangat dipengaruhi oleh psikologi behaviorisme. Sesuai dengan kedudukannya sebagai ahli fisiologi, eksperimen pavlov lebih bertujuan memahami fungsi otak.
Hasil-hasil eksperimen Pavlov ternyata sangat berguna bagi pengembangan teori belajar. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila banyak ahli pendidikan mengadopsi hasil eksperimen paplov untuk mengembangkan teori belajar. Namun demikian, apa yang diperoleh Pavlov bukan suatuyang final sehingga kita sebaiknya fleksibel menggunakannya.

1. Penerapan Prinsip-prinsip Teori Belajar Classical Conditioning dalam Pengajaran

Pengaruh keadaan klasik membantu menjelaskan banyak pelajaran di mana satu stimulus diganti / digantikan untuk yang lain. Satu contoh yang penting tentang proses ini adalah pelajaran atraksi emosional dan ketakutan. Bahwa bentakkan seorang guru seringkali membuat takut murid-muridnya, hal yang sama seorang polisi mempermainkan penjahat dengan ancungan tangannya, atau seorang perawat hendak memberi suntikan kepada pasiennya. Semua perilaku ini menciptakan tanggapan perhatian dan ketakutan di hati orang-orang tersebut dibawah kesadaran mereka. Situasi ini memberikan pengaruh ketakutan bila stimulus tidak netral:
Guru Sorak ( UCS) Perhatian dan Ketakutan anak ( UCR)
Polisi mendorong dengan penuh ancaman (UCS) Perhatian dan Ketakutan masyarakat (UCR)
Perawat memberi suntikan (UCS) Perhatian dan Ketakutan pasien (UCR)
Manapun stimulus netral yang berulang-kali terjadi bersama-sama dengan stimuli ini cenderung untuk dikondisikan (C) ke ketakutan sebagai respon. Jika seorang guru selalu meneliti seorang anak, kemudian hanya memperhatikan dia tanpa mengkritik boleh jadi membuat dia menaruh perhatiannya. Hal yang ekstrim, anak bisa berhubungan dengan guru di kelas dengan perhatian dan ketakutannya yang ia kembangkan samarata, atau ketakutan yang kadang tidak masuk akal. Hal yang sama juga dialami masyarakat phobia polisi, atau pasien, tentang perawat.
Tetapi tanggapan positif dapat dibangun secara sederhana untuk mengkondisikan stimulus. Jika seorang guru memuji seorang siswa akan menimbulkan hal positif baginya, bahkan ketika dia tidak lagi dipuji. Pada akhirnya, proses ini dapat membangun hubungan baik di kelas. Hal yang sama untuk polisi, perawat, atau orang yang bekerja dengan orang-orang: stimuli yang dapat dipercaya menimbulkan hal positif tanggapan tersebut dapat dikondisikan untuk lain. Penggantian stimulus dapat membantu bahkan pada pelajaran tertentu yang tidak berisi unsur perasaan. Pengaruh tersebut tidak memerlukan refleks sebagai titik awal.
Beberapa Psikolog menyebutnya belajar berlanjut atau asiosatif learning, hanya memerlukan dua stimuli yang tidak bertalian terjadi bersama-sama pada suatu tanggapan atau keduanya dari stimulus yang ada. Jika seorang anak telah mempelajari bagaimana cara menggunakan unit balok kecil, kemudian stimuli ini dapat dipasangkan dengan hal yang lebih abstrak, mereka akan dapat menulis padanan menulis padanan yang menghasilkan apa yang diinginkan dengan baik. Pada Gambar 3, terlihat bahwa awalnya anak tidak mempunyai kemampuan tertentu (netral) namun setelah belajar mereka mengasiosatifkan ingatan mereka pada hal yang berbeda.
Dalam praktek pendidikan mungkin bisa kita temukan seperti lonceng berbunyi mengisyaratkan belajar dimulai dan atau pelajaran berakhir. Pertanyaan guru diikuti oleh angkatan tangan siswa, suatu pertanda siswa dapat menjawabnya. Kondisi-kondisi tersebut diciptakan untuk memanggil suatu respon atau tanggapan ahli pendidikan lain juga menyarankan bahwa panduan belajar dengan mengkombinasikan gambar dan kata-kata dalam mempelajari bahasa, akan sangat berguna dalam mengajar perbendaharaan kata-kata. Memasangkan kata-kata dalam bahasa Inggris dengan kata-kata bahasa lainnya akan membantu para siswa dalam membuat perbendaharaan kata dalam bahasa asing.16
Dalam pengertian yang lebih luas lagi misalnya memasangkaan maakna suatu konsep dengan pengalaman siswa sehari-harinya akan membantu siswa dalam memahami konsep-konsep lainnya. Walaupun classical conditioning terus menjadi bidang yang aktif dalam psikologi saat ini, sebagian para ahli telah mulai meninggalkan teori psikologi ini.

2. Penerapan Prinsip-prinsip Teori Belajar Classical Conditioning di Kelas

Berikut ini beberapa tips yang ditaawarkan oleh Woolfolk (1995) dalam menggunakan prinsip-prinsip kondisioning klasik di kelas. Titin Nurhidayati, Implementasi Teori Belajar Ivan Petrovich Pavlov (Classical Conditioning ) dalam Pendidikan
a. Memberikan suasana yang menyenangkan ketika memberikan tugas-tugas belajar, misalnya:
a.1.)  Menekankan pada kerjasama dan kompetisi antarkelompok daripada individu, banyak siswa yang akan memiliki respons emosional secara negatif terhadap kompetisi secara individual, yang mungkin akan digeneraalissikan dengan pelajaran-pelajaran yang lain;
a.2.) Membuat kegiatan membaca menjadi menyenangkan dengan menciptakaan ruang membaca (reading corner) yang nyaman dan enak serta menarik, dan lain sebagainya.
b. Membantu siswa mengatasi secara bebas dan sukses situasi-situasi yang mencemaskan atau menekan, misalnya:
b.1.) Mendorong siswa yang pemalu untuk mengajarkaan siswa lain cara memahami materi pelajaran;
b.2.) Membuat tahap jangka pendek untuk mencapai tujuan jangka panjang, misalnya dengaan memberikan tes harian, mingguan, agar siswa dapat menyimpaan apa yang dipelajari dengan baik;
b.3.) Jika siswa takut berbicara di depan kelas, mintalah siswa untuk membacakan sebuah laaporan di depan kelompok kecil sambil duduk di tempat, kemudian berikutnya dengan berdiri. Setelah dia terbiasa, kemudian mintalah ia untuk membaca laporan di depaan seluruh murid di kelas.
c. Membantu siswa untuk mengenal perbedaan dan persamaan terhadap situasi-situasi sehingga mereka dapat membedakan dan menggeneralisasikan secara tepat. Misalnya, dengan:
c.1.) Meyakinkan siswa yang cemas ketika menghadapi ujian masuk sebuah sekolah yang lebih tinggi tingkatannya atau perguruan tinggi, bahwa tes tersebut sama dengan tes-tes prestasi akademik lain yang pernah mereka lakukan;
2) Menjelaskan bahwa lebih baik menghindari hadiah yang berlebihan dari orang yang tidak dikenal, atau menghindar tetapi aman daan dapat menerima penghargaan dari orang dewasa ketika orangtua ada.
d. Memberikan suasana yang menyenangkan ketika memberikan tugas-tugas belajar, Contoh: Menekankan pada kerja sama dan kompetisi antar kelompok daripada individu, banyak siswa yang akan memiliki respons emosional secara negatif terhadap kompetisi secara individual, yang mungkin akan digeneralisasikan dengan pelajaran- lainnya adalah membuat kegiatan membaca menjadi      menyenangkan dengan menciptakan ruang membaca yang nyaman dan enak serta menarik.
e. Membantu siswa mengatasi secara bebas dan sukses situasi-situasi yang mencemaskan atau menekan, Contoh: Mendorong siswa yang pemalu untuk mengajarkan siswa lain cara memahami materi pelajaran, misalnya dengan memberikan tes harian, mingguan, agar siswa dapat menyimpan apa yang dipelajari dengan baik. Jika siswa takut berbicara di depan kelas mintalah siswa untuk membacakan sebuah laporan di depan kelompok kecil sambil duduk ditempat, kemudian berikutnya dengan berdiri. Setelah dia terbiasa, kemudian mintalah ia untuk membaca laporan di depan seluruh murid di kelas.
f. Membantu siswa untuk mengenal perbedaan dan persamaan terhadap situasi-situasi sehingga mereka dapat membedakan dan menggeneralisasi secara tepat. Contoh : Meyakinkan siswa yang cemas ketika menghadapi ujian masuk sebuah perguruan tinggi, bahwa tes tersebut sama dengan tes-tes prestasi akademik lain yang pernah mereka lakukan.

Sebagai guru, kita harus mengetahui bagaimana mengurangi counterproductive kondisi responsif yang dialami para siswa. Psikolog sudah mempelajari ke arah itu untuk memadamkan hal negatif sebagai reaksi emosional pada stimulus dikondisikan tertentu tidak lain untuk memperkenalkan stimulus itu secara pelan-pelan dan secara berangsur-angsur sehingga siswa bahagia atau santai ( M.C.Jones, 1924; Wolpe, 1969). Satu contoh, jika Imung seorang yang takut berenang, kita mungkin mulai pelajaran berenangnya pada tempat yang dangkal seperti bayi bermain dalam tempat mandinya kemudian bergerak perlahan-lahan ke air yang lebih dalam, maka ia akan merasa lebih nyaman untuk mencoba berenang.
Tidak ada hal yang paling membanggakan pada guru selain membantu dan membuat siswa menjadi sukses dan merasa senang di kelas. Satu hal yang perlu guru ingat bahwa kelas dapat membuat perilaku baik siswa, meningkat atau justru melemahkannya.

D.    Kelebihan dan Kelemahan
Kelebihan dari penerapan teori ini dalam dunia pendidikan, khususnya guru ialah guru mampu mengarahkan dan mengontrol siswa dalam kegiatan belajar mengajar sehingga siswa dapat menjadi seperti yang diharapkan.
Kelemahan dari teori ini ialah menimbulkan ketergantungan terhadap stimulus, sehingga siswa kehilangan kesadaran akan apa yang sebenarnya ia lakukan dan inginkan.








BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Ivan Pavlov adalah seorang fisiolog dan dokter dari Rusia. Ia dilahirkan di sebuah desa kecil di Rusia tengah. Sebenarnya ia bukan seorang sarjana psikologi dan ia pun tidak berkeinginan disebut sebagai ahli psikologi, karena ia adalah seorang sarjana ilmu faal yang fanatik. Cara berpikirnya adalah sepenuhnya cara berpikir ahli ilmu faal, bahkan ia sangat anti terhadap psikologi karena dianggapnya kurang ilmiah.
Classic conditioning (pengondisian klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Teori ini disebut classical karena yang mengawali nama teori ini untuk menghargai karya Ivan Pavlov yang paling pertama di bidang conditioning (upaya pembiasaan) serta untuk membedakan dari teori conditioning lainnya
Dalam bidang pendidikan, teori pengondisian klasik digunakan untuk mengembangkan sikap yang menguntungkan terhadap pesrta didik untuk termotivasi belajar dan membantu guru untuk melatih kebiasaan positif peserta didik. Penerapan classical conditioning merupakan metode terapi dalam merubah perilaku yang bersifat maladaptif dan merubahnya menjadi perilaku yang adaptif. Misalnya rasa takut terhadap pelajaran matematika diubah menjadi rasa senang dengan pelajaran matematika.






[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Ivan_Pavlov, Pukul 15:25 hari Minggu, 28 september 2014
[3] Psikologi pendidikan, Prof. Dr. H. Djaali, cet.3, (Jakarta:Bumi Aksara, 2008), hal. 85-86
[5] Psikologi pendidikan teori dan praktik, Robert E. Slavin, jilid 1, (Jakarta:PT Indeks, 2011), hal.178-179
[6] Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan, edisi keenam, jilid 1, (Jakarta:Penerbit Erlangga, 2008), hal. 426-428
[7]Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan…, hal. 430